Sebagaimana
ibadah yang lain, seperti shalat, puasa juga memiliki sisi batin yang
hanya sedikit orang yang mampu menembusnya. Pada shalat, orang yang
betul-betul merasakan khusyuk pada akhirnya bisa mencapai mikraj,
bertemu dengan Tuhan. Pada titik itulah, shalat tidak lagi dirasakan
sebagai kewajiban rutin lahiriah yang berat dan menjemukan.
Dalam
puasa, hanya sedikit orang-orang yang bisa melewati tahapan lahiriah:
tidak makan, minum, dan berhubungan seksual. Puasa betul-betul menjadi
sesuatu yang membuat seseorang bisa melayang-layang dengan ringannya
laksana kapas. Ia tidak lagi terbelenggu oleh jerat lahiriah: lapar,
haus, lemas. Ia telah menembus lapisan lahiriah dari puasa. Ia memasuki
dimensi batiniah yang justru membebaskannya. Ia dengan merdeka
beraktifitas tanpa direcoki oleh keinginan lahiriah seperti makan,
minum, nafsu seksual, dan lain-lain.
Memang
tidak mudah bagi seorang yang berpuasa untuk bisa lepas dari jerat
lahiriahnya. Lagi-lagi, ia mungkin hanya tersiksa oleh lapar, haus, dan
lemas. Ia tidak mampu menukik lebih dalam dengan jiwanya sehingga puasa
dirasakan sebagai sesuatu kenikmatan spiritual yang tiada tara.
Namun,
Allah juga Maha Tahu dengan para hamba-Nya. Ketika sebagian besar
hamba-Nya hanya berhenti pada tahapan lahiriah dalam beribadah, termasuk
puasa, maka ibadah mereka pun tetap diterima-Nya. Ibadah mereka
mempunyai makna dan memperoleh pahala di sisi-Nya. Paling tidak, dengan
lapar dan dahaga seseorang bisa merasakan betapa susahnya orang-orang
papa yang sedang kesulitan rezeki. Dengan lapar dan dahaga, ia
diharapkan merasakan arti solidaritas sosial.
Kita
seharusnya terus menuju ke arah ibadah yang lebih baik, tidak hanya
berhenti pada tahapan-tahapan lahiriah. Hal itu karena tahapan-tahapan
lahiriah sering kali justru dirasakan berat dan menjemukan. Apalagi jika
tidak disertai oleh keikhlasan dan keimanan kepada Tuhan, yang telah
memerintahkan ibadah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar