Berikut ini adalah 10 LOGIKA DASAR akidah Syiah bisa diajukan sebagai bahan
diskusi ke kalangan Syiah dari level awam, sampai level ulama.
Setidaknya, logika ini bisa dipakai sebagai “anti virus” untuk menangkal
propaganda dai-dai Syiah yang ingin menyesatkan Ummat Islam dari jalan
yang lurus.
Kalau Anda berbicara dengan orang Syiah,
atau ingin mengajak orang Syiah bertaubat dari kesesatan, atau diajak
berdebat oleh orang Syiah, atau Anda mulai dipengaruhi dai-dai Syiah;
coba kemukakan 10 LOGIKA DASAR di bawah ini. Sehingga kita bisa
membuktikan, bahwa ajaran mereka sesat dan tidak boleh diikuti.
LOGIKA 1: “Nabi dan Ahlul Bait”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Apakah Anda
mencintai dan memuliakan Ahlul Bait Nabi?” Dia pasti akan menjawab:
“Ya! Bahkan mencintai Ahlul Bait merupakan pokok-pokok akidah kami.”
Kemudian tanyakan lagi: “Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul
Bait Nabi?” Dia tentu akan menjawab: “Ya, demi Allah!”
Lalu katakan kepada dia: “Ahlul Bait Nabi
adalah anggota keluarga Nabi. Kalau orang Syiah mengaku sangat
mencintai Ahlul Bait Nabi, seharusnya mereka lebih mencintai sosok Nabi
sendiri? Bukankah sosok Nabi Muhammad Shallallah ‘Alaihi Wasallam lebih
utama daripada Ahlul Bait-nya? Mengapa kaum Syiah sering membawa-bawa
nama Ahlul Bait, tetapi kemudian melupakan Nabi?”
Faktanya, ajaran Syiah sangat didominasi
oleh perkataan-perkataan yang katanya bersumber dari Fathimah, Ali,
Hasan, Husein, dan anak keturunan mereka. Kalau Syiah benar-benar
mencintai Ahlul Bait, seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah Nabi,
bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau. Syiah memuliakan Ahlul Bait karena
mereka memiliki hubungan dekat dengan Nabi. Kenyataan ini kalau
digambarkan seperti: “Lebih memilih kulit rambutan daripada daging
buahnya.”
LOGIKA 2: “Ahlul Bait dan Isteri Nabi”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Siapa saja
yang termasuk golongan Ahlul Bait Nabi?” Nanti dia akan menjawab: “Ahlul
Bait Nabi adalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.”
Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana dengan isteri-isteri Nabi seperti
Khadijah, Saudah, Aisyah, Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain?
Mereka termasuk Ahlul Bait atau bukan?” Dia akan mengemukakan dalil,
bahwa Ahlul Bait Nabi hanyalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan
anak-cucu mereka.
Kemudian tanyakan kepada orang itu:
“Bagaimana bisa Anda memasukkan keponakan Nabi (Ali) sebagai bagian dari
Ahlul Bait, sementara isteri-isteri Nabi tidak dianggap Ahlul Bait?
Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat Rasulullah
dimasukkan Ahlul Bait, sementara isteri-isteri yang biasa tidur
seranjang bersama Nabi tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa
Fathimah lahir ke dunia, jika tidak melalui isteri Nabi, yaitu Khadijah
Radhiyallahu ‘Anha? Bagaimana bisa Hasan dan Husein lahir ke dunia,
kalau tidak melalui isteri Ali, yaitu Fathimah? Tanpa keberadaan para
isteri shalihah ini, tidak akan ada yang disebut Ahlul Bait Nabi.”
Faktanya, dalam Surat Al Ahzab ayat 33
disebutkan: “Innama yuridullahu li yudzhiba ‘ankumul rijsa ahlal baiti
wa yuthah-hirakum that-hira.” (bahwasanya Allah menginginkan
menghilangkan dosa dari kalian, para ahlul bait, dan mensucikan kalian
sesuci-sucinya). Dalam ayat ini isteri-isteri Nabi masuk kategori Ahlul
Bait, menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan selama hidupnya, mereka
mendapat sebutan Ummul Mu’minin (ibunda orang-orang Mukmin) Radhiyallahu
‘Anhunna.
LOGIKA 3: “Islam dan Sahabat”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Apakah Anda
beragama Islam?” Maka dia akan menjawab dengan penuh keyakinan: “Tentu
saja, kami adalah Islam. Kami ini Muslim.” Lalu tanyakan lagi ke dia:
“Bagaimana cara Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi seorang
Muslim?” Maka orang itu akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam.
Dimulai dari Rasulullah, lalu para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para
Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, lalu dilanjutkan para ulama Salafus Shalih,
lalu disebarkan oleh para dai ke seluruh dunia, hingga sampai kepada
kita di Indonesia.”
Kemudian tanyakan ke dia: “Jika Anda
mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda sangat membenci para
Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara keji? Bukankah
Anda mengaku Islam, sedangkan Islam diturunkan kepada kita melewati
tangan para Shahabat itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa
peranan Shahabat. Jika demikian, mengapa orang Syiah suka mengutuk,
melaknat, dan mencaci-maki para Shahabat?”
Faktanya, kaum Syiah sangat
membingungkan. Mereka mencaci-maki para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum
dengan sangat keji. Tetapi di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai
Muslim. Kalau memang benci Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi
memakai label Muslim. Sebuah adagium yang harus selalu diingat: “Tidak
ada Islam, tanpa peranan para Shahabat!”
LOGIKA 4: “Seputar Imam Syiah”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Apakah Anda
meyakini adanya imam dalam agama?” Dia pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan
imamah menjadi salah satu rukun keimanan kami.” Lalu tanyakan lagi:
“Siapa saja imam-imam yang Anda yakini sebagai panutan dalam agama?”
Maka mereka akan menyebutkan nama-nama 12 imam Syiah. Ada juga yang
menyebut 7 nama imam (versi Ja’fariyyah).
Lalu tanyakan kepada orang Syiah itu:
“Mengapa dari ke-12 imam Syiah itu tidak tercantum nama Imam Hanafi,
Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali? Mengapa nama empat imam itu
tidak masuk dalam deretan 12 imam Syiah? Apakah orang Syiah meragukan
keilmuan empat imam madzhab tersebut? Apakah ilmu dan ketakwaan empat
imam madzhab tidak sepadan dengan 12 imam Syiah?”
Faktanya, kaum Syiah tidak mengakui empat
imam madzhab sebagai bagian dari imam-imam mereka. Kaum Syiah memiliki
silsilah keimaman sendiri. Terkenal dengan sebutan “Imam 12” atau Imamah
Itsna Asyari. Hal ini merupakan bukti besar, bahwa Syiah bukan Ahlus
Sunnah. Semua Ahlus Sunnah di muka bumi sudah sepakat tentang keimaman
empat Imam tersebut. Para ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut Al Imam
Al Arba’ah, maka yang dimaksud adalah empat imam madzhab rahimahumullah.
LOGIKA 5: “Allah dan Imam Syiah”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Siapa yang
lebih Anda taati, Allah Ta’ala atau imam Syiah?” Tentu dia akan akan
menjawab: “Jelas kami lebih taat kepada Allah.” Lalu tanyakan lagi:
“Mengapa Anda lebih taat kepada Allah?” Mungkin dia akan menjawab:
“Allah adalah Tuhan kita, juga Tuhan imam-imam kita. Maka sudah
sepantasnya kita mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan imam-imam
itu.”
Kemudian tanyakan ke orang itu: “Mengapa
dalam kehidupan orang Syiah, dalam kitab-kitab Syiah, dalam
pengajian-pengajian Syiah; mengapa Anda lebih sering mengutip pendapat
imam-imam daripada pendapat Allah (dari Al Qur’an)? Mengapa orang Syiah
jarang mengutip dalil-dalil dari Kitab Allah? Mengapa orang Syiah lebih
mengutamakan perkataan imam melebihi Al Qur’an?”
Faktanya, sikap ideologis kaum Syiah
lebih dekat ke kemusyrikan, karena mereka lebih mengutamakan pendapat
manusia (imam-imam Syiah) daripada ayat-ayat Allah. Padahal dalam Surat
An Nisaa’ ayat 59 disebutkan, jika terjadi satu saja perselisihan,
kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan
melebihkan pendapat imam di atas perkataan Allah.
LOGIKA 6: “Ali dan Jabatan Khalifah”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Menurut
Anda, siapa yang lebih berhak mewarisi jabatan Khalifah setelah
Rasulullah wafat?” Dia pasti akan menjawab: “Ali bin Abi Thalib lebih
berhak menjadi Khalifah.” Lalu tanyakan lagi: “Mengapa bukan Abu Bakar,
Umar, dan Ustman?” Maka kemungkinan dia akan menjawab lagi: “Menurut
riwayat saat peristiwa Ghadir Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali
adalah pewaris sah Kekhalifahan.”
Kemudian katakan kepada orang Syiah itu:
“Jika memang Ali bin Abi Thalib paling berhak atas jabatan Khalifah,
mengapa selama hidupnya beliau tidak pernah menggugat kepemimpinan
Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman? Mengapa beliau
tidak pernah menggalang kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah? Mengapa
ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah menghujat Khalifah Abu
Bakar, Umar, dan Ustman, padahal dia memiliki kekuasaan? Kalau menggugat
jabatan Khalifah merupakan kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan
menjadi orang pertama yang melakukan hal itu.”
Faktanya, sosok Husein bin Ali
Radhiyallahu ‘Anhuma berani menggugat kepemimpinan Dinasti Umayyah di
masa Yazid bin Muawiyyah, sehingga kemudian terjadi Peristiwa Karbala.
Kalau putra Ali berani memperjuangkan apa yang diyakininya benar, tentu
Ali Radhiyallahu ‘Anhu lebih berani melakukan hal itu.
LOGIKA 7: “Ali dan Husein”
Tanyakan ke orang Syiah: “Menurut Anda,
mana yang lebih utama, Ali atau Husein?” Maka dia akan menjawab: “Tentu
saja Ali bin Abi Thalib lebih utama. Ali adalah ayah Husein, dia lebih
dulu masuk Islam, terlibat dalam banyak perang di zaman Nabi, juga
pernah menjadi Khalifah yang memimpin Ummat Islam.” Atau bisa saja, ada
pendapat di kalangan Syiah bahwa kedudukan Ali sama tingginya dengan
Husein.
Kemudian tanyakan ke dia: “Jika Ali
memang dianggap lebih mulia, mengapa kaum Syiah membuat peringatan
khusus untuk mengenang kematian Husein saat Hari Asyura pada setiap
tanggal 10 Muharram? Mengapa mereka tidak membuat peringatan yang lebih
megah untuk memperingati kematian Ali bin Abi Thalib? Bukankah Ali juga
mati syahid di tangan manusia durjana? Bahkan beliau wafat saat
mengemban tugas sebagai Khalifah.”
Faktanya, peringatan Hari Asyura sudah
seperti “Idul Fithri” bagi kaum Syiah. Hal itu untuk memperingati
kematian Husein bin Ali. Kalau orang Syiah konsisten, seharusnya mereka
memperingati kematian Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu lebih
dahsyat lagi.
Logika 8: “Syiah dan Wanita”
Tanyakan ke orang Syiah: “Apakah dalam
keyakinan Syiah diajarkan untuk memuliakan wanita?” Dia akan menjawab
tanpa keraguan: “Tentu saja. Kami diajari memuliakan wanita, menghormati
mereka, dan tidak menzhalimi hak-hak mereka?” Lalu tanyakan lagi:
“Benarkah ajaran Syiah memberi tempat terhormat bagi kaum wanita
Muslimah?” Orang itu pasti akan menegaskan kembali.
Kemudian katakan ke orang Syiah itu:
“Jika Syiah memuliakan wanita, mengapa mereka menghalalkan nikah mut’ah?
Bukankah nikah mut’ah itu sangat menzhalimi hak-hak wanita? Dalam nikah
mut’ah, seorang wanita hanya dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia
tidak diberi hak-hak nafkah secara baik. Dia tidak memiliki hak mewarisi
harta suami. Bahkan kalau wanita itu hamil, dia tidak bisa menggugat
suaminya jika ikatan kontraknya sudah habis. Posisi wanita dalam ajaran
Syiah, lebih buruk dari posisi hewan ternak. Hewan ternak yang hamil
dipelihara baik-baik oleh para peternak. Sedangkan wanita Syiah yang
hamil setelah nikah mut’ah, disuruh memikul resiko sendiri.”
Faktanya, kaum Syiah sama sekali tidak
memberi tempat terhormat bagi kaum wanita. Hal ini berbeda sekali dengan
ajaran Sunni. Di negara-negara seperti Iran, Irak, Libanon, dll.
praktik nikah mut’ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran.
Padahal esensinya sama, yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita, dan
menyebarkan pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama agama.
Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
LOGIKA 9: “Syiah dan Politik”
Tanyakan ke orang Syiah: “Dalam pandangan
Anda, mana yang lebih utama, agama atau politik?” Tentu dia akan
berkata: “Agama yang lebih penting. Politik hanya bagian dari agama.”
Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana kalau politik akhirnya mendominasi ajaran
agama?” Mungkin dia akan menjawab: “Ya tidak bisa. Agama harus
mendominasi politik, bukan politik mendominasi agama.”
Lalu katakan ke orang Syiah itu: “Kalau
perkataan Anda benar, mengapa dalam ajaran Syiah tidak pernah sedikit
pun melepaskan diri dari masalah hak Kekhalifahan Ali, tragedi yang
menimpa Husein di Karbala, dan kebencian mutlak kepada Muawiyyah dan
anak-cucunya? Mengapa hal-hal itu sangat mendominasi akal orang Syiah,
melebihi pentingnya urusan akidah, ibadah, fiqih, muamalah, akhlak,
tazkiyatun nafs, ilmu, dll. yang merupakan pokok-pokok ajaran agama?
Mengapa ajaran Syiah menjadikan masalah dendam politik sebagai menu
utama akidah mereka melebihi keyakinan kepada Sifat-Sifat Allah?”
Faktanya, ajaran Syiah merupakan contoh
telanjang ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh pemikiran-pemikiran
politik. Bahkan substansi politiknya terfokus pada sikap kebencian
mutlak kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas hak-hak imam
Syiah. Dalam hal ini akidah Syiah mirip sekali dengan konsep Holocaust
yang dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka memusuhi Nazi
sampai ke akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana ada
sisi-sisi kesamaan pemikiran).
LOGIKA 10. “Syiah dan Sunni”
Tanyakan ke orang Syiah: “Mengapa kaum
Syiah sangat memusuhi kaum Sunni? Mengapa kebencian kaum Syiah kepada
Sunni, melebihi kebencian mereka kepada orang kafir (non Muslim)?” Dia
tentu akan menjawab: “Tidak, tidak. Kami bersaudara dengan orang Sunni.
Kami mencintai mereka dalam rangka Ukhuwwah Islamiyyah. Kita semua
bersaudara, karena kita sama-sama mengerjakan Shalat menghadap Kiblat di
Makkah. Kita ini sama-sama Ahlul Qiblat.”
Kemudian katakan ke dia: “Kalau Syiah
benar-benar mau ukhuwwah, mau bersaudara, mau bersatu dengan Sunni;
mengapa mereka menyerang tokoh-tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti
Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Utsman, isteri-isteri Nabi
(khususnya Aisyah dan Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan
lain-lain? Mencela, memaki, menghina, atau mengutuk tokoh-tokoh itu sama
saja dengan memusuhi kaum Sunni. Tidak pernah ada ukhuwwah atau
perdamaian antara Sunni dan Syiah, sebelum Syiah berhenti menista para
Shahabat Nabi, selaku panutan kaum Sunni.”
Fakta yang perlu disebut, banyak terjadi
pembunuhan, pengusiran, dan kezhaliman terhadap kaum Sunni di Iran,
Irak, Suriah, Yaman, Libanon, Pakistan, Afghanistan, dll. Hal itu
menjadi bukti besar bahwa Syiah sangat memusuhi kaum Sunni. Hingga
anak-anak Muslim asal Palestina yang mengungsi di Irak, mereka pun tidak
luput dibunuhi kaum Syiah. Hal ini pula yang membuat Syaikh Qaradhawi
berubah pikiran tentang Syiah. Jika semula beliau bersikap lunak,
akhirnya mengakui bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah sangat sulit
disatukan. Dalam lintasan sejarah kita mendapati bukti lain, bahwa kaum
Syiah tidak pernah terlibat perang melawan negara-negara kufar. Justru
mereka sering bekerjasama dengan negara kufar dalam rangka menghadapi
kaum Muslimin. Hancurnya Kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, sikap
permusuhan Dinasti Shafawid di Mesir, era Perang Salib di masa
Shalahuddin Al Ayyubi, serta Khilafah Turki Utsmani, di atas semua itu
terekam fakta-fakta pengkhianatan Syiah terhadap kaum Muslimin. Begitu
juga, jatuhnya Afghanistan dan Iraq ke tangan tentara Sekutu di era
modern, tidak lepas dari jasa-jasa para anasir Syiah dari Iran.
Demikianlah 10 LOGIKA DASAR yang bisa kita gunakan untuk mematahkan pemikiran-pemikiran kaum Syiah. Insya Allah tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis melindungi diri, keluarga, dan Ummat Islam dari propaganda-propaganda Syiah. Amin Allahumma amin.