Allah telah menguji setiap hamba-Nya
dengan ujian yang berbedabeda. Tidak ada sedikit pun dalam ujian
tersebut, Allah l menzalimi mereka. Semua terjadi dan berjalan di atas
ilmu dan kebijaksanaan-Nya. Terjadinya, tidak ada seorang pun yang bisa
menolaknya, menghalanginya, mengubahnya, dan menggantikannya. Itulah
ketentuan yang tidak akan berubah dan itulah sunnatullah yang tidak akan
berganti.
Termasuk ujian yang bersifat menyeluruh
atas para hamba-Nya adalah dunia yang indah dan hijau ini, perhiasan
yang selalu dilirik, kemegahan yang senantiasa dikejar. Tahukah Anda, di
belakang gemerlap dan keindahannya yang memikat, tersimpan bencana dan
penipuan yang besar?
Cermati, lihat, dan belajarlah dari
orang yang telah tenggelam di dalamnya. Dia mengira bahwa dunia ini
diciptakan untuknya dan dia diciptakan untuk dunia. Lihat pula kemajuan
yang telah diraih oleh negeri-negeri kafir, ternyata semua itu menjadi
bumerang dan senjata makan tuan.
Dunia telah memikat, menjerat,
membungkam, meninabobokan, dan merongrong agama seseorang. Menurut
al-Imam Ibnu Qayyim, dunia itu bagaikan seorang wanita pelacur yang
tidak pernah puas dengan satu suami. Dia akan mencari laki- laki yang
akan berbuat baik kepada dirinya dan dia tidak menyukai seorang lelaki
yang pencemburu.
Orang yang berjalan mengejar dunia
bagaikan orang yang berjalan di daerah yang penuh binatang buas. Jika
dia berenang ingin menggapainya, ia bagaikan orang yang mengejarnya
dalam pusaran air yang penuh buaya.” (Lihat al-Fawaid karya Ibnul Qayyim
hlm. 53)
Allah Subhanahuwata’ala mencela Dunia
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiadalah kehidupan dunia selain kesenangan yang menipu.”( Al‘iI mran: 185)
وَاضْرِبْ
لَهُم مَّثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ
السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا
تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا,
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ
الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
“Berilah perumpamaan kepada mereka,
kehidupan dunia bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit.
Menjadi suburlah tumbuh-tumbuhan karenanya di muka bumi, kemudian
tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Adalah
Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia,tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
lebih baik pahalanya disisi Rabbmu dan lebih baik untuk menjadi
harapan.” (al-Kahfi: 45—46)
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَٰلِكُمْ ۚ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ
رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
وَأَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ
بِالْعِبَادِ
“Dijadikan indah pada pandangan manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaituwanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yangbaik(jannah/ surga).
Katakanlah,‘Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baikdari yang
demikian itu?’ Untuk orang-orang yang bertakwa( kepadaA llah),pada sisi
Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka
kekal di dalamnya. Dan (mereka di karuniai) istri-istri yang disucikan
serta keridaan Allah, dan AllahMahaMelihat akan hamba-hamba-Nya.”
(AliImran: 14-15)
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Tiadalah kehidupan dunia ini selain main-main dan senda gurau
belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa. Tidakkah kamu memahaminya?”( al- An’am: 32)
إِنَّمَا
مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ
فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ
وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا
وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا
أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ
تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Sesungguhnya perumpamaan hidup dunia
ini adalah bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya tanaman-tanaman bumi, diantaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya dan memakai perhiasannya, serta para pemiliknya
menyangka bahwa mereka sanggup menguasainya, tiba-tiba datanglah kepada
mereka azab Kami diwaktu malam atau siang. KemudianKami jadikan
tanaman-tanamannya laksana tanaman yang sudah disabit, seakan akan belum
pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan Kami bagi orangyang berpikir.” (Yunus: 24)
وَمَا
هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ
الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Tidaklah kehidupan dunia ini selain senda gurau dan main-main
belaka. Dan sesungguhnya akhirat itu sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui.” (al-‘Ankabut: 64)
إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Sesungguhnyajanji-janji Alla itu benar , maka janganlah kehidupan
dunia menipu kalian dan jangan sekali-kali setan menipu kalian dijalan
Allah.” (Luqman: 33)
Ketika membahas tafisr surat al-Fath,
as-Sa’di menerangkan, “Ini adalah bentuk pendidikan kezuhudan dari Allah
l kepada segenap hamba-Nya terhadap kehidupan dunia, yakni dengan
memberi tahu mereka tentang hakikat dunia. Sesungguhnya dunia itu adalah main-main dan sia-sia. Main main dalam urusan badan dan sia-sia dalam urusan hati. Seorang hamba
senantiasa berada dalam kelalaian karena
urusan harta, anak-anak, perhiasan, dan segala bentuk kelezatannya,
baik dari sisi wanita, makanan, minuman, tempat tinggal, tempat
peristirahatan, pemandangan, maupun kepemimpinan. Sia-sia dalam setiap
amal yang tidak ada faedahnya. Bahkan, dia berada dalam kemalasan,
kelalaian, dan kemaksiatan sampai dunianya terpenuhi dan ajalnya datang
menghampiri. Hal ini menuntut orang yang berakal untuk bersikap zuhud terhadap dunia, tidak mencintainya, dan benar-benar mewaspadainya.” (Tafsir as-Sa’di hlm. 790)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Mencela Dunia
Diriwayatkan dari Jabir , Rasulullah
melewati sebuah pasar di daerah Awali dan orang-orang berada di
sekelilingnya. Beliau melewati seekor anak kambing yang telah mati. Anak
kambing itu bertelinga kecil. Beliau mengambilnya dan memegang
telinganya lalu berkata, “Siapa yang mau membelinya dengan harga satu
dirham?” Mereka menjawab, “Siapa di antara kami yang senang memilikinya?
Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau berkata, “Apakah kalian
senang memilikinya?” Mereka berkata, “Jikapun dia hidup, dia tetaplah
cacat. Lantas bagaimana lagi ketika dia sudah mati?” Beliau bersabda,
“Demi Allah, dunia lebih hina di hadapan Allah daripada hinanya
(bangkai) ini di hadapan kalian.” (HR. Muslim no. 5257)
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ
فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا،
وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ
كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan
hijau(enak rasanya dan menyenangkan tatkala dipandang), dan sungguh
Allah mengangkat kalian silih berganti dengan yang lain didunia ini,
lantas Dia akan melihat apayangkalian perbuat(dengan duniaitu). Oleh
karena itu, hati-hatilah kalian terhadap urusan dunia dan wanita, karena
awal petaka yang menimpa Bani Israil adalah dalam halwanita.” (HR.
Muslim no. 4925 dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu )
وَاللهِ، مَا الدُّنْيَا فِي ا خْآلِرَةِ إِ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ
أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ-وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ
فِي الْيَمِّ-فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ-وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ
فِي الْيَمِّ-فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Demi Allah, tidaklahdunia dibandingkan
dengan akhirat selain seperti seseorang yang meletakkan jarinya
ini—Yahya, salah seorangperawi, mengisyaratkan dengan telunjuknya ke
dalam air—hendaknya dia melihat apa yang ada dijarinya tersebut.” (HR.
Muslim no. 5101 dari sahabat al- Mustaurid radhiyallahu anhu )
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Setiap umat ditimpa oleh ujian, dan ujian yang akan menimpa umatku
adalah harta benda.” (HR. at-Tirmidzi no. 2258 dari Ka’b bin ‘Iyadh radhiyallahu anhu )
عَلَى حَصِيرٍ فَقَامَ وَقَدْ نَامَ رَسُولُ اللهِ
أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، لَوِ اتَّخَذْنَا
أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، لَوِ اتَّخَذْنَا
لَكَ وِطَاءً؟ فَقَالَ: مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي
الدُّنْيَا إِ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ
رَاحَ وَتَرَكَهَا
Rasulullah tidur diatas sebuah tikar.
Tikar tersebut membekas di bagian lambung beliau. Lantas kami
mengatakan,“Wahai Rasululah, bolehkah kami membuatkan kasur?” Beliau
bersabda,“Tiadalah saya dengan dunia selain seperti orang yang bepergian
lalu berteduh dibawah pohon kemudian dia pergi meninggalkannya.”( HR.a
t-Tirmidzi no. 2299 dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu )
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِ فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا
مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah dua ekor serigala dalam
keadaan lapar dilepas pada sekawanan kambing akan lebih merusak
dibandingkan dengan ambisi harta dan kedudukan terhadap agama
seseorang.”(HR. at-Tirmidzi no. 2298 dari sahabat Ka’b bin Malik radhiyallahu anhu )
Allah Subhanawata’ala telah menyebutkan dunia pada banyak tempat
dalam kitab suci- Nya dalam rangka menghinakannya, demikian pula
Rasul-Nya di dalam as-Sunnah. Tentu tujuannya agar para hamba tidak
tertipu dan terlena. Dalam hal menanggapi berita dari Allah
Subhanahuwata’ala dan menyikapi pengutusan imam para rasul, Nabi
Muhammad, manusia terbagi menjadi beberapa golongan.1. Golongan yang acuh tak acuh terhadap peringatan tersebut. Mereka tidak mau tahu tentangnya. Yang penting, segala hasratnya terpenuhi, semua keinginannya terwujud, dan citacitanya tercapai.
2. Golongan yang mau mendengarkan berita dari Pemilik dunia ini, Yang mengatur dan Yang menciptakannya. Namun, karena dorongan hawa nafsunya yang besar, semua berita itu tidak memiliki nilai kesakralan dan keabsahan. Masuk dari telinga kanan dan keluar dari telingakiri.
3. Golongan yang mendengar,mematuhi, dan melaksanakan segala apa yang diwahyukan oleh Allah tentang dunia.
Dia berusaha mendudukkan dunia dan menjadikannya sebagai alat bantu
untuk mewujudkan ketaatan kepada Allah. Dia mencarinya karena
melaksanakan tugas. Apabila dia mendapatkannya, dia tidak tergolong
orang yang kufur. Sebaliknya, apabila tidak mendapatkannya,dia tidak
tergolong orang yang putus asa. Dia mengetahui bahwa dunia ini adalah
kenikmatan yang semu dan menipu.
Dunia, Sumber Malapetaka
Tidak samar lagi bagi orang yang berakal tentang bahaya dunia
terhadap kehidupan manusia ketika dunia itu tidak ditundukkan untuk
membantunya melakukan ketaatan kepada Allah. Dunia telah menyebabkan
turunnya berbagai bentuk peringatan dari Allah .Dunia menjadi sebab
hancurnya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan.
Dunia pula yang menghancurkanpersatuan
dan kesatuan umat sehingga berujung pada malapetaka kelemahan, (yang
dengan sebab itu) mereka kemudian dihinakan oleh musuh Allah.Dunia telah
menjadikan seseorang terhina dan menghinakan diri. Dunia telah
mengobrak-abrik tatanan kehidupan manusia secara umum dan kaum muslimin
secara khusus.
Dunia telah menyebabkan hilangnya nyawa,
terhinakannya kehormatan, dan hancurnya harta benda. Dunia telah
menjadikan seseorang buta dari kebenaran, dia menolaknya karena dunia,
menentangnya karena dunia, dan memeranginya karena dunia. Dunia telah
menjadikan hati seseorang mati. Dunia adalah asal segala malapetaka.
Dunia, Sebab Utama Menolak Kebenaran
Kebenaran datang dari Allah dan tidak ada setelah kebenaran tersebut
selain kesesatan. Terangnya kebenaran dan jelasnya jalan kebatilan bagi
sebagian kalangan bisa menjadi tersembunyi. Bahkan, terangnya kebenaran
itu akan ditolak oleh orang yang dibutakan oleh dunia. Tidak ada
keraguan lagi bahwa setiap nafsu memiliki berbagai keinginan yang
tercela, seperti cinta kepada dunia,
mencari ketinggian, berlomba-lomba di
hadapan makhluk, mencari kedudukan, dan sebagainya. Ditambah lagi,
manusia memiliki tabiat zalim dan melampaui batas. Allah berfirman,
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya manusia itu banyak berbuat zalim dan jahil.”( al-Ahzab:7 2)
Terkadang, banyak sebab yang mendorong
sifat yang tersimpan pada diri setiap manusia itu muncul. Di antaranya
adalah hawa nafsu sehingga dia menolak kebenaran padahal dia
mengilmuinya. Sikap ini muncul karena ia mengikuti hawa nafsu dan
menuntut kemuliaannya terjaga atau ingin memperoleh sedikit dunia.
Anda bisa menemukan mereka dalam kondisi
menyelisihi kebenaran, padahal mereka mengetahuinya, karena ingin
memperoleh dunia. Mereka berteriak seolah-olah pembela kebenaran. Abu
Wafa’ Ali bin ‘Aqil al-Hambali berkata, “Cinta kepada pamor dan condong
kepada dunia, berbanggabangga, bermegah-megahan, dan menyibukkan diri
dengan segala bentuk kelezatan dunia dan segala hal yang akan mendorong
kepada kemewahan, semua itu bisa menjadi sebab seseorangberpaling dan
menolak kebenaran.” (al-Wadhih fi Ushulil Fiqh, 1/522)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
“Pencari kedudukan, walaupun dengan kebatilan, akan menyukai satu
kalimat yang mengagungkan dirinya sekalipun itu batil. Sebaliknya, ia
akan membenci ucapan yang mencelanya, kendati hal itu benar. Adapun
orang yang beriman mencintai kalimat yang haq untuknya meskipun itu
“menyerangnya”, serta membenci kedustaan dan perbuatan zalim.”(Majmu’
al-Fatawa 10/600) Al-’Allamah Abdul Lathif bin
Abdurrahman Alusy Syaikh berkata tentang
orang-orang yang berpaling dari kebenaran, “Golongan yang kedua, para
pemimpin dan pemilik harta benda yang telah tenggelam dalam dunia dan
syahwat mereka. Sebab, mereka mengetahui bahwa kebenaran bisa
menghalangi mereka dari segala keinginan, kesenangan, dan syahwat
mereka. Mereka tidak memedulikan segala bentuk seruan menuju kebenaran
dan tidak mau menerimanya.” (Uyun ar-Rasail hlm. 2/650)
Perilaku setiap orang yang berpaling
dari kebenaran karena harta, kedudukan, atau pamor, mirip dengan
perilaku orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ulama-ulama Yahudi memiliki
“sumber” penghidupan pada orang-orang kaya kaumnya.
Oleh karena itu, saat Rasulullah datang
membawa kebenaran, mereka mengetahui bahwa yang dibawanya adalah haq.
Namun, karena dunialah mereka mengingkari dan mengkufurinya. Mereka
menyembunyikan kebenaran yang mereka ketahui dari bani Israil.
Dunia, Sebab Utama KesesatanSaat menafsirkan firman Allah l,
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
“Dan janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga sedikit.” (al-Baqarah: 41)
Abul Muzhaffar as-Sam’ani berkata,
“Mereka adalah para ulama Yahudi dan para pendeta yang telah memiliki
sumber penghasilan dari orang-orang kaya mereka dan orang-orang jahil
yang mengikuti mereka. Mereka khawatir penghasilan tersebut hilang
apabila mereka beriman kepada Muhammad, Rasulullah.
Akhirnya, mereka mengubah ciriciri
beliau (yang tercantum dalam kitab mereka, red.) dan menyembunyikan nama
beliau. Inilah makna menjual ayat-ayat Allah dengan harga sedikit.”
(Tafsir al-Qur’an 1/22)
Kedudukan, kewibawaan, dan kepemimpinan
juga telah melandasi para pemuka Quraisy untuk mengingkari Nabi
Muhammad, memerangi, dan memusuhinya. Bersamaan dengan itu, mereka
mengetahui dan mengakui kebenaran yang diserukan beliau. Al-Miswar bin
Makhramah berkata kepada Abu Jahl, pamannya, “Wahai pamanku, apakah
kalian menuduh Muhammad berdusta sebelum dia mendakwahkan apa yang
diserukan?” Abu Jahl berkata, “Hai anaksaudaraku. Demi Allah, sungguh
saat mudanya, di tengah-tengah kami dia dikenal sebagai seorang yang
tepercaya (jujur). Kami tidak pernah mengetahui dia berdusta. Tentu
setelah bertambah usia dia tidak mungkin akan berdusta atas nama Allah.”
Al-Miswar berkata, “Hai pamanku, mengapa
kalian tidak mengikutinya?” Dia berkata, “Hai anak saudaraku, kami
telah berselisih dengan bani Hasyim dalam hal kepemimpinan. Mereka
memberi makan (orang-orang), kami juga memberi makan. Mereka memberi
minum, kami pun memberi minum. Mereka memberi perlindungan, kami juga
melakukannya. Tatkala kami saling berlomba-lomba, bani Hasyim berkata,
‘Dari kami ada seorang nabi. Kapan kalian mendapatkannya?’.” (Lihat
Miftah Daar as-Sa’adah 1/93)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
“Meskipun Abu Thalib mengetahui bahwa Muhammad adalah Rasulullah dan dia
mencintainya, cintanya bukan karena Allah l, melainkan karena dia
adalah anak saudaranya. Dia mencintainya karena kekerabatan. Kalaupun
dia membela beliau, itu karena ingin memperoleh kedudukan dan
kepemimpinan.
Jadi, asal muasal cintanya adalah karena
sebuah kedudukan. Hal itu terbukti saat Rasulullah menawarinya untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat menjelang ajalnya. Dia melihat bahwa
mengikrarkannya akan melenyapkan agama yang dicintainya. Agamanya lebih
dia cintai daripadaanak saudaranya. Oleh karena itu, dia menolak
mengikrarkannya.” (Fatawa Kubra’ 6/244)
Asy – Syaukani berkata ,“Terkadang,
sebuah ucapan yang haq ditinggalkan karena seseorang ingin menjaga apa
yang telah dia peroleh dari negaranya baik berbentuk materi maupun
kedudukan. Bahkan, terkadang ucapan yang haq itu ditinggalkan karena
berbeda dengan apa yang terjadi di tengah tengah manusia, dalam rangka
mencari simpati mereka dan agar mereka tidak lari. Terkadang pula, dia
meninggalkan ucapan yang benar karena ketamakannya terhadap apa yang
diharapkan dari negaranya atau dari banyak orang di kemudian hari.”
(Adabuath-Thalib wa Muntaha al-Arb hlm. 41)
Al-Imam Ibnu Qayyim berkata, “Saya telah
berdialog dengan ulama Nasrani yang kelasnya terpandang pada hari ini.
Saat jelas kebenaran dihadapannya, dia terdiam. Saya berkata kepadanya
tatkala menyendiri dengannya, ‘Sekarang, apa yang menghalangi Anda untuk
menerima kebenaran?’ Dia berkata kepadaku, ‘Apabila saya datang ke
tengah-tengah kaum Himyar, mereka menaburkan bunga yang semerbak di
bawah kaki kendaraanku. Mereka menjadikanku sebagai hakim dalam urusan
harta benda dan istri mereka. Mereka tidak pernah menentang segala hal
yang aku perintahkan.
Aku ini tidak punya keahlian untuk
bekerja. Aku tidak bisa menghafal al-Qur’an, tidak pula mengetahui ilmu
nahwu dan fikih. Andaikan aku masuk Islam, niscaya aku akan berkeliling
di pasar-pasar, meminta-minta kepada orang banyak. Siapa yang tega hal
itu terjadi?’
Aku mengatakan, ‘Itu tidak akan terjadi.
Bagaimana sangkaan Anda kepada Allah l saat Anda mengutamakan ridha-Nya
di atas nafsu Anda, apakah Dia akan menghinakan, merendahkan, dan
menjadikan Anda miskin?
Jika hal itu benar-benar menimpa Anda,
kebenaran yang telah Anda raih, keselamatan dari neraka, murka, dan
marah Allah adalah harga yang jauh lebih pantas dibandingkan dengan apa
yang luput dari Anda.’
Dia berkata, ‘Sampai Allah merestui.’
Saya lalu berkata, ‘Takdir bukan alasan. Jika takdir bisa menjadi
alasan, tentu takdir bisa menjadi alasan orang orangYahudi saat
mendustakan Nabi Isa . Demikian pula, dia akan menjadi hujah bagi kaum
musyrikin ketika mendustakan seruan Rasulullah. Kalian sendiri menolak
takdir, bagaimana bisa kalian berhujah dengannya?’ Dia berkata, ‘Biarkan
kami dari ini.’ Diapun terdiam.”(Hidayatul HayarafiAjwibatil
YahudiwanNashara hlm. 12)